Tentang Luka Generasi

Bismillaah..


Pagi yang cerah menyisakan luka hati yang mendalam. Belum tuntas penanganan challenge yang bisa membuat nyawa menghilang, kasus tawuran yang bukan sekedar menyisakan luka tapi nyawa yang sebegitu berharganya tercincang arus jaman yang menggila.Penculikkan anak yang begitu viral, membuat jantung lebih cepat berdetak. Datang lagi kasus yang menjadi cerita lama dan sering kambuhan di media,  kasus pedofilia dengan sindikat predator yang jaringannya begitu luas. Mau dibawa kemana generasi penopang peradaban ini? Tangis ini rasanya tak cukup, bahkan tulisan inipun apa nilainya? Hanya sebagai serpihan kecil bahkan saking kecilnya sehingga tak berongga untuk sekedar melepaskan beban dan luka-luka yang terasa. Salah siapa semua ini?? Pemerintah.. Ya jelas pemerintah sang pemegang utama sistem yang dijadikan kiblat manusia kini. Sudahkah pemerintah melakukan tindakan preventif daripada kuratif?? Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati??

Sudah akut kerusakkan-kerusakkan yang diciptakan untuk menghancurkan generasi. Serusak apapun sistem ini, akankah kita tinggal diam? Sudahkah kita semua sadar dengan potret legam era digital ini? Sudahkah kita menyadari dan memberi pencegahan rusaknya generasi? Sudahkah kita menjaga buah hati dari predator-predator yang ada di sekeliling kita? Sudahkah kita utuh mendampingi setiap gerak geriknya meski hanya sekedar gerak gerik jarinya berselancar di dunia maya? Ataukah kita begitu bangga dengan kemampuan membelikan gadget dan memfasilitasi segala yang dibutuhkan? Padahal dari sanalah titik pangkal marabahaya penghancur generasi.. Siapa yang harus disalahkan setelah rusaknya sistem kehidupan ini??? Ya kita... Ya kita... Ya kita.. Mereka jadi pribadi yang lonely, mereka kita seret untuk sekedar jago dalam sisi akademis, kesepian-kesepian yang membuncah yang membuat jari mereka berulah, jiwa liar mereka melangkah. Kita telah salah menerapkan disiplin yang membunuh naluri dan kasih sayang. Di sisi lain kita menjadikan diri mereka tak ubahnya robot. Tetapi disisi lain kita biarkan mereka bebas sebebas-bebasnya di sosial media. Akhirnya mereka jadi sasaran empuk sang predator. Lahirlah pecandu pornografi, lahirlah pecandu tawuran, lahirlah pecandu games, dan lain sebagainya.

Inilah potret hitam legam pendidikan sekulerisme, hitam legamnya arus globalisasi.
Semestinya kita mengenali jaman yang menjadi pemilik buah hati kita. Jika kita tak belajar akrab memahami jaman ini. Bersiaplah jaman yang akan merampas penerus generasi kita. Bersiaplah hanya sekedar bermimpi memiliki generasi terbaik.. Bersiaplah untuk kejayaan musuh-musuh kita yang tak perlu senjata berat untuk menghancurkan mereka jiwa-jiwa yang semestinya berkembang dengan benar.

Preventif lebih baik daripada kuratif. Mulai periksa gadget-gadget anak kita. Biasakanlah mendampinginya dengan pemahaman aqidah. Mulailah memberi kembali kasih sayang yang utuh. Saya berteman dengan hampir 50 orang remaja. Dan mereka adalah remaja-remaja yang kesepian, status beragam dari yang sakit hati diputuskan pacar sampai menulis keinginan bunuh diri. Meski terasa terlambat jadikan moment ini sebagai muhasabah diri dan pelukan terhangat untuk buah hati.

Ini hanya coretan tangis seorang ibu semoga bisa memberi kekuatan untuk kita saling menggenggam tangan. BAHAYA TERUS MENGINTAI!! Mari berikan pendidikan kepribadian islamiyyah yang cukup dari dalam rumah, bentengi dengan kasih sayang agar mereka bertumbuh menjadi generasi yang tidak salah jalan dan menyelisihi syariat islam. Mati kita maksimal, dan tetap menitipkan semua pada pemilik kehidupan... Dialah Allah Sang Maha Pemilik dan Maha Penjaga.

#Catatanduohomeschooler

Komentar