Takkan Terganti

Saat malam sudah terasa makin larut. Ku coba menuliskan lagi cerita tentang perjalanan hidupku dan kedua buah hatiku. Kutatap mereka satu demi satu dalam lelap. Kupeluk dengan penuh kasih terhangat. Meski perjalananku tak selalu lapang dan senang, telah kujanjikan pada mereka  tentang jiwa ini yang akan selalu menjaga dan membersamai mimpi-mimpi mereka. Kuberikan dunia mereka yang tak pernah kutemukan saat aku melewati masa kecil. Kuhangatkan terus pelukan ini  tak peduli dunia memberiku rasa dingin yang menusuk. Tak ingin ku hardik mereka tak peduli seberapa salahpun mereka karena aku punya segudang kasih sayang dan pemaafan untuk menuntun mereka kembali bukan sekedar menjadi baik tapi benar sesuai aturan Sang Pencipta. Begitupun ketika aku tak ingin mereka menderita, bukan berarti kulepaskan tanpa kendali tapi aku punya cara untuk membuat mereka dewasa dan mandiri serta mengerti bahwa hidup bukanlah tentang kesenangan semata karena hidup harus mampu kuat dan kekuatan banyak terlahir dari keadaan-keadaan sulit dan sempit.

Aku persiapkan mental menjadi seorang ibu, aku tak berhenti belajar. Untuk apa? Bukankah hidup lebih asyik mengalir saja? Bagiku mengalir itu selalu ke bawah dan datar sedangkan menjadi seorang ibu itu prosesnya sangat menanjak. Butuh fokus yang mendalam. Butuh ruang-ruang pengertian yang kokoh dan tak rentan usang. Bagiku seorang ibu haruslah tegas memberi, bukan sekedar warna tapi kendali bagi buah hati. Hari ini adalah era digital yang menuntut 2 kali lipat daya bagi orang tua untuk bisa bijaksana memapah langkah-langkah pemilik masa depan kita.

Masih kutatap wajah-wajah anakku dalam lelap. Kutatap deru napas yang terlihat. Mungkin siang tadi mereka membuatku kesal, mungkin siang tadi mereka membuatku sedih, mungkin siang tadi mereka telah mencipta marahku. Adakalanya manis yang terlihat dari luar belum tentu seringan itu di dalam rumahku. Tapi selalu ku coba mengerti dan kuhargai saat tangan mereka meraih pelukanku.." Ummi,maafkan Aim jika legonya masih berantakkan."  Ini suara Ibrahim.
" Ummi,maafkan kakak jika hari ini kakak belum tepat waktu melaksanakan tugas kakak di rumah." Ini pinta Agnia.

Semua terasa cukup seperti oase di padang pasir, ketika mereka mampu belajar dari kesalahan. Tak terasa airmataku berlinang. Dari banyaknya jatuh bangun menjadi ibu pembelajar. Dari banyaknya rasa terpuruk dari perasaan kelam di masa kecil. Aku terus berdamai dengan rasa syukur. Aku bersyukur telah menjadi pemeran terpenting dari kedua makhluk terkasih ini. Semoga Allah masih meridhoi jiwa dan raga ini untuk tetap memberikan yang terbaik hingga tiba di batas keadaan bahwa aku harus menghantar mereka menyongsong kehidupannya.

Masih kutatap wajah-wajah anakku dalam lelap. Mungkin nanti malam-malamku akan sepi seperti malam ini, disaat mereka beranjak dewasa dan meninggalkanku pergi. Mungkin takkan ada lagi lego yang berantakkan dan tercecer di setiap ruangan karena ulah laki-laki kecilku. Mungkin takkan ada lagi bunyi murottal dari kamar si sulung yang menemani tidurnya. Sebelum waktu itu tiba. Kupersiapkan memberi bekal terbaik untuk hidupnya nanti. Kuberikan hangat peluk ini kapanpun, di saat mereka perlu agar esok mereka tak menangis merasa kehilanganku, dan tetap merasakan aku tetap ada dalam tiap detak doa yang terpanjat.

Aku seorang ibu yang tak ingin membiarkan buah hati tak mengenali kasih sayang dariku, aku seorang ibu yang tak ingin melahirkan cedera dalam bathinnya hingga terbawa di masa nanti. Aku seorang ibu yang selalu ingin mengalirkan rasa persahabatan buat anak-anakku. Agar esok mereka punya cerita untuk anak-anaknya tentang masa kecil yang manis dan romantisme kasih seorang ibu. Tak perlu ada inner child  yang mmberi luka mendalam dan membekas sepanjang jalan.

Ini ceritaku malam ini kupersembahkan untuk satu minggu satu cerita. Kupersembahkan untuk Agnia dan Ibrahim. Kupersembahkan untuk sahabat-sahabatku tercinta. Sudahkah memeluk buah hati sepenuh jiwa?

Komentar

  1. mashaAllah terharu banget bacanya penggambaran besarnya kasih sayang seorang ibu :') semoga Ibrahim dan Agnia jadi anak sholeh dan sholehah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin.. Terima kasih sudah berkunjung. Ini sudut pandang saya ttg inner child yg bisa disembuhkn mski butuh proses yg tak mudah..

      Hapus
  2. "Mengalir itu ke bawah atau datar"

    Benar juga ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sdh brkunjung.. itu hnya pmikiran sdrhna saya..😃😃

      Hapus
  3. Subhanallah... Allah telah memberikanmu hati seluas samudera bunda..terima kasih untuk inspirasinya. Membaca tulisanmu membuat diri ini semangat utk senantiasa memperbaiki diri. Beruntung Allah telah mempertemukan kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Peluk sayang bunda Vina. Sayapun bersyukur bertemu dan disatukan dalam kelas yang sama...

      Hapus
  4. Kalo sama arden seringnya berkelahi mulu anak dan ayah. hehehe. tulisan penuh perasaan nih teteh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahai suhu.. Terima kasih sudah berkunjung. Beruntunglah Arden bisa begitu terikat dengan ayah..

      Hapus
  5. "Mungkin nanti malam-malamku akan sepi seperti malam ini, disaat mereka beranjak dewasa dan meninggalkanku pergi."

    rasanya ingin nangis baca kalimat ini. bagaimanapun juga waktu itu cepat sekali berlalunya ya... tau tau anak sudah semakin besar saja. Setiap anak hendak tidur, saya selalu meminta maaf padanya. "Maaf jika bunda masih belum baik untuk kamu, bunda masih belajar.. "

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya malah nangis baca tulisanmu.. Meminta maaf setiap waktu rasanya takkan mampu membasuh segala salah kita tapi penerimaan mereka yang tulus telah mengobati semua.. Terima kasih sudah berkunjung..😍😍

      Hapus

Posting Komentar