Sudah lama rasanya aku tidak menulis di ruang sepi ini. Ruang blog yang selalu menyimpan hangat air mataku untuk buah hati. Selalu ada doa dan tangis yang tertumpah, aku menyadari sepenuhnya tentang banyaknya kekurangan ini dalam membersamai kedua buah hatiku.
Agnia dan Ibrahim adalah pelita kecil dan menjadi bagian alasan dari tegaknya ketegaran ini. Tertatih memang, sering juga terseok. Banyak warna kepiluan yang tergambar mungkin ini cara Ilahi mengikat aku dengan mereka untuk lebih kuat memaknai hidup.
Aku bukanlah ibu yang hebat, aku hanya wanita yang terlahir dari jejak rasa prihatin. Inner child yang buruk memberiku banyak kesempatan untuk belajar, tak memberi kondisi yang sama untuk buah hatiku. Banyak sekali ketiadaan dan kekurangan. Hanya sepenggal cinta yang bisa kuberikan dalam menemani keduanya melangkah.
Hebat untuk saat ini dipandang dari gemilangnya akademis, melimpahnya fasilitas kehidupan, kecakapan ilmu. Namun, bahasa yang kumiliki hanyalah cinta, cinta yang kusandarkan pada nama-Nya dengan susah payah. Aku sadar sepenuhnya kekurangan diri ini.
Aku belajar tersenyum dari banyaknya tangis. Aku belajar bersyukur dari peristiwa yang terkadang terasa berat. Semoga Allah memaafkanku atas lemahnya diriku dalam mengasuh mereka.
Aku bukanlah seorang sarjana yang bisa melengkapi ilmu pada mereka, aku hanyalah seorang ibu yang memiliki satu bahasa tentang cinta.
Cinta yang berbicara tentang rasa menerima.. Adakalanya mereka tidak sempurna dan membuat tangis ini ada.
Cinta yang mengajarkan tentang memaafkan, adakalanya lisan kecil mereka bersalah.
Mengasuh itu perlu peluh, menyayangi itu perlu mengerti, bahwa jiwa kecil mereka memiliki ketidaksempurnaan seperti halnya diri ini yang banyak tertatih.
Membesarkan bukan sekadar perlu ucapan dari lisan, tetapi teladan yang berharga bagi kehidupan. Bukan sekadar memberi makan dan melindungi badan, namun petunjuk jalan agar terhindar dari kesesatan.
Aku tak punya banyak hal seperti ibu yang ideal, tetapi aku punya pelukan yang bisa menghangatkan segala ruang hati mereka.
Satu harapan yang kuendapkan dalam doa, semoga mereka menjadi insan yang diberikan ridha Allah sepanjang hidupnya.. Aamiin.
Kutemani mereka dalam menjaga lisan, kudampingi mereka dalam meniti perbuatan, hidup ini bukan sekedar tentang tujuan tetapi perlu kebenaran dalam merangkai masa depan.
Masa depan bukan hanya tentang esok saat mereka dewasa tapi tentang bekal saat mereka berpulang ke alam keabadian.
Cinta ini menuntun mereka untuk memahami dan mencintai hakikat Sang Maha Cinta. Dari terseoknya langkah ini, ada tegar yang kupintal, agar esok mereka menolongku dalam penghisaban.
Kutemani mereka dalam menjaga lisan, kudampingi mereka dalam meniti perbuatan, hidup ini bukan sekedar tentang tujuan tetapi perlu kebenaran dalam merangkai masa depan.
Masa depan bukan hanya tentang esok saat mereka dewasa tapi tentang bekal saat mereka berpulang ke alam keabadian.
Cinta ini menuntun mereka untuk memahami dan mencintai hakikat Sang Maha Cinta. Dari terseoknya langkah ini, ada tegar yang kupintal, agar esok mereka menolongku dalam penghisaban.
Komentar
Posting Komentar