Semalam Ibrahim berulah dengan stik es krim, lantai penuh dengan lem kayu yang mengeras berceceran di ubin. Dia membuat rumah-rumahan dari tumpukan stik es krim yang dia susun sendirian. Sudah bisa dipastikan Agnia yang kesal dan marah. Saya pun menyarankan untuk tidak dibereskan kecuali Ibrahim yang berusaha sendiri merapikan. Ibrahim menangis di pojok ruangan sambil membereskan hasil karyanya. Rasa hati ingin sekali memeluk dan memaafkan. Tetapi terkadang dia harus belajar kuat dalam kondisi sulit seperti ini. Akhirnya dia terlelap tidur tanpa membereskan mainannya dengan benar.
Pagi ini ba'da shubuh. Ibrahim sudah mandi dan rapi. Selesai hafalan dan belajar beberapa menit, langsung bantu memasang selang untuk menampung air. Saya dan Agnia tetap membiarkan ruangan yang masih penuh dengan lem, bahkan rumah-rumahan yang dia ciptakan nempel keras dengan ubin. Selesai sarapan kami berupaya melepaskan rumah-rumahan tersebut dengan pisau. Akhirnya terlepas juga. Ibrahim bergegas merapikan semua di atas lemari mainan, Agnia berusaha membuka tempelan-tempelan lem yang mengeras dengan pisau.
Tiba-tiba Ibrahim memeluk kakaknya dengan erat dan meminta maaf, begitupun kepada saya. Dia memeluk erat dan memohon maaf dan konsekuensinya dia akan membereskan semua mainan sendiri. Menyusun semua sendiri dengan senang hati karena memang saya berulang kali melatihnya untuk belajar menghargai funishment.
Beberapa hari ini saya fokus mengamati gaya belajar Ibrahim karena untuk gaya belajar Agnia sepertinya sudah cukup konsisten dominan dengan gaya belajar visual, terlebih Agnia sudah besar dan cukup mengerti yang menjadi tugas dan kewajibannya meskipun sesekali harus diingatkan, mungkin itu hal yang wajar agar selalu ada penyeimbang bahwa kesalahan selalu mengajarkan arti perbaikan dan kualitas.
Alhamdulillah, meski sendirian Ibrahim tetap berbinar melewati tugasnya meski sesekali bermain-main dulu dengan semua mainan yang dibereskannya. Gaya kinestetik tetap mendominasi belajar Ibrahim, feeling saya gaya ini akan tetap berlanjut selama Ibrahim tetap menjadi homeschooler karena tidak ada sekat dari kebebasan dia berkreasi.
Nikmatnya sebuah konsekuensi akan melahirkan keseimbangan dalam melangkah tak terkecuali untuk Ibrahim. Dia akan mengukur kapan harus mengacak mainan, kapan harus merapikan, adakalanya kesendirian melatih tentang makna kemandirian.
#TantanganHari15
#Level4
#GayaBelajarAnak
#KuliahBunsayIIP
Komentar
Posting Komentar